Senin, 29 Januari 2018

Hilangkan Stigma! Kusta Bisa Disembuhkan

Salah satu penyakit menular yang masih menjadi momok di masyarakat adalah penyakit kusta. Selain itu, Kusta merupakan penyakit menular yang menjadi masalah nasional kesehatan masyarakat, dimana beberapa daerah di Indonesia prevalens rate masih tinggi dan permasalahan yang ditimbulkan sangat kompleks. Meskipun tergolong ke dalam penyakit menular, kusta merupakan penyakit yang tidak dengan mudah menular begitu saja, karena diperlukan kontak erat secara terus menerus dan dalam waktu yang lama dengan penderita. Penyakit kusta sebenarnya dapat disembuhkan tanpa cacat bila penderita ditemukan dan diobati secara dini.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban penyakit kusta yang tinggi. Pada tahun 2013, Indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah India dan Brazil. Tahun 2013, Indonesia memiliki jumlah kasus kusta baru sebanyak 16.856 kasus dan jumlah kecacatan tingkat 2 di antara penderita baru sebanyak 9,86% (WHO, 2013).

Penyakit kusta bukan penyakit keturunan atau kutukan Tuhan. Penyakit Kusta adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang menyerang kulit, saraf tepi, jaringan dan organ tubuh lain (kecuali otak) dan menimbulkan kecacatan. Lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem imun.

Kenyataannya, penyakit kusta seringkali ditemukan terlambat dan sudah dalam keadaan cacat yang terlihat. Pada dasarnya, terdapat 2 tingkatan kecacatan penyakit kusta saat ditemukan, yaitu tingkat I dan II. Kecacatan tingkat I adalah cacat yang belum terlihat atau belum ada perubahan pada anatominya. Sementara kecacatan tingkat II adalah sudah terjadi perubahan yang nampak pada anatomi penderita kusta.

Kecacatan yang
terlihat pada tubuh penderita kusta seringkali tampak menyeramkan bagi sebagian besar masyarakat sehingga menyebabkan perasaan jijik, bahkan ada yang ketakutan secara berlebihan terhadap kusta atau dinamakan leprophobia. Meskipun penderita kusta telah menyelesaikan rangkaian pengobatannya, dinyatakan sembuh dan tidak menular, status predikat penyandang kusta tetap dilekatkan pada dirinya seumur hidup. Inilah yang seringkali menjadi dasar permasalahan psikologis para penyandang kusta. Rasa kecewa, takut, malu, tidak percaya diri, merasa tidak berguna, hingga kekhawatiran akan dikucilkan (self stigma). Hal ini diperkuat dengan opini masyarakat (stigma) yang menyebabkan penderita kusta dan keluarganya dijauhi bahkan dikucilkan oleh masyarakat.

Stigma dan diskriminasi kepada penderita Kusta seperti dipisahkan dari pasangan (diceraikan), dikeluarkan atau tidak diterima di pekerjaan, ditolak di sekolah, restoran, tempat ibadah, pelayanan kesehatan dan fasilitas umum lainnya kusta secara dini, pengobatan pada penderita, serta penanganan permasalahan medis yang dialami oleh penderita maupun orang yang pernah mengalami kusta. Stigma ini seringkali menghambat penemuan kasus kusta. Karena itu, dalam upaya menghilangkan stigma dan diskriminasi, dibutuhkan motivasi dan komitmen yang kuat baik dari penderita maupun masyarakat. Penderita diharapkan dapat mengubah pola pikirnya, sehingga dapat berdaya untuk menolong diri mereka sendiri. Selain itu, masyarakat juga diharapkan dapat mengubah pandangannya dan tidak mengucilkan penderita Kusta serta dapat membantu penderita maupun orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) agar tetap sehat dan mampu menjaga kesehatan secara mandiri.

Untuk menggugah kesadaran masyarakat untuk meningkatkan motivasi, mengubah pandangan dan menghilangkan stigma bagi penderita kusta dan OYPMK, maka setiap hari Minggu pada pekan terakhir di bulan Januari diperingati sebagai hari kusta sedunia atau world leprosy day. Untuk mengeliminasi penyakit kusta diperlukan sosialisasi terus menerus dan berkelanjutan agar masyarakat sadar kusta dengan memahami deteksi dini kusta dan berpartisipasi sebagai agen penanggulangan kusta di masyarakat. Tahun 2018, Kementerian Kesehatan mengangkat tema ”Perkuat Komitmen Politik dalam Penanggulangan Kusta dan Penghapusan Stigma', Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia memiliki tekad untuk mengeliminasi penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae ini pada tahun 2019 di seluruh provinsi Indonesia.

Oleh : Niswatun Nafi’ah, SKM
Penyuluh Kesehatan Masyarakat Ahli Pertama UPT Puskesmas Tajurhalang

Pembinaan Pos UKK Jolie Jaya Snack Desa Tonjong

Pos UKK (Upaya Kesehatan Kerja) merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat di sektor pekerja informal pada upaya promotif dan preve...