Sabtu, 28 Juli 2018

Paguyuban Remaja Sebaya Sadar Sehat menuju Remaja Tajurhalang yang Sehat, Bugar dan Produktif


Remaja merupakan generasi penerus yang akan melanjutkan pembangunan bangsa di masa depan. Masa Remaja merupakan masa yang sangat berharga bila mereka berada dalam kondisi fisik dan psikis yang sehat, serta pendidikan yang baik. Oleh karena itu selain pendidikan, kesehatan remaja juga sangat penting untuk diperhatikan. Remaja yang sehat akan menciptakan keturunan yangs sehat di masa yang akan datang.

Remaja menurut UU Perlindungan Anak adalah seseorang yang berusia antara 10 sampai dengan18 tahun. Jumlah remaja di Indonesia cukup besar dengan jumlah 20% dari jumlah penduduk. Pada masa remaja ini terjadi growth spurt atau pertumbuhan cepat yang ditandai dengan pertumbuhan fisik yang cepat dan disertai perkembangan mental, kognitif, psikis. Remaja juga mengalami masa pubertas, yaitu proses tumbuh kembang reproduksi yang mengatur fungsi seksualitas. Dapat dikatakan bahwa masa remaja merupakan periode hidup yang paling sehat dalam siklus kehidupan manusia. Walaupun pertumbuhan fisik pada remaja tidak selalu disertai dengan kematangan kemampuan berpikir dan emosional.

Pada masa remaja juga terjadi proses pengenalan jati diri sehingga pada beberapa hal belum bisa menentukan sikap. Kegagalan dalam proses pengenalan diri ini bisa menimbulkan berbagai masalah yang rumit dan kompleks mulai dari masalah prestasi di sekolah, pergaulan, penampilan, menyukai lawan jenis dan lain sebagainya. Berbagai hal tersebut bisa membawa pengaruh terhadap perilaku dan status kesehatan remaja itu sendiri. Namun pada kenyataannya hanya sedikit remaja yang datang berobat ke fasilitas kesehatan dibandingkan kelompok usia lain (bayi, balita, atau lansia).

Penanganan masalah remaja membutuhkan keterlibatan multi disiplin ilmu, lintas program, lintas sektor dan masyarakat. Ada beberapa masalah kesehatan yang dialami dan mengancam masa depan remaja Indonesia pada saat ini. Empat masalah kesehatan yang paling sering dialami oleh remaja Indonesia antara lain kekurangan zat besi (anemia), kurang tinggi badan (stunting), kurang energi kronis (kurus), dan kegemukan (obesitas).

Di era media sosial seperti sekarang ini remaja rawan terpengaruh oleh perilaku yang tidak sehat, atau mendapatkan informasi kesehatan dan gizi yang tidak benar (hoax). Ditambah lagi akibat pergaulan dengan teman sebaya yang salah. Akibat informasi yang tidak tepat, remaja dapat mengikuti perilaku yang tidak sehat seperti mengikuti pola diet selebritis, mengonsumsi jajanan yang sedang hits namun tidak bergizi, atau kurang beraktifitas fisik (mager) karena terlalu sering bermain games atau memegang gadget.
Pola makan remaja yang tergambar dari data Global School Health Survey pada tahun 2015, antara lain: tidak selalu sarapan (65,2%), sebagian besar remaja kurang mengonsumsi serat sayur buah (93,6%), sering mengkonsumsi makanan berpenyedap (75,7%), dan kurang melakukan aktifitas fisik (42,5%). Apabila perilaku seperti ini berlangsung terus menerus dan menjadi kebiasaan pola makan tetap para remaja, maka dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit tidak menular baik pada saat remaja ataupun pada masa yang akan datang.

Untuk mencegah terjadinya penyakit tidak menular pada remaja, maka fasilitas pelayanan kesehatan menyediakan pelayanan kesehatan yang peduli dengan keberadaan remaja. Pelayanan kesehatan ini dimulai dengan dibentuknya Puskesmas Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) seperti yang dilaksanakan di Puskesmas Tajurhalang. Kegiatan ini diadakan di dalam gedung dan luar gedung puskesmas dengan melibatkan lintas program. Kegiatan di luar gedung dilakukan dengan membentuk posyandu remaja dan paguyuban remaja sebaya sadar sehat.

Dalam paguyuban remaja sebaya sadar sehat, remaja dididik dan dipahamkan bagaimana menjadi remaja yang sehat, bugar dan produktif. Selain itu mereka juga dapat sharing satu dengan yang lainnya mengenai diri dan kesehatannya. Remaja sebenarnya memiliki kemampuan untuk membuat pilihan, bagaimana pola makan dan berperilaku hidup yang sehat, serta bagaimana menjadi pribadi yang bermanfaat. Petugas kesehatan mempunyai peran untuk membimbing dan memantaunya. Dengan adanya paguyuban remaja sebaya sadar sehat diharapkan remaja dapat sehat, bugar dan produktif.                                                                                                                                          
Oleh : Niswatun Nafi’ah, SKM
Penyuluh Kesehatan Masyarakat Ahli Muda Puskesmas Tajurhalang

Sabtu, 30 Juni 2018

Hipertensi dan Pencegahannya


Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah secara kronis dan menetap, dengan tekanan darah > 140/90 mmHg. Hipertensi sering disebut sebagai sillent killer. Hipertensi adalah salah satu faktor risiko untuk terjadinya kematian dan beberapa penyakit seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung (jantung koroner), gagal ginjal, kebutaan, dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis. Selain faktor genetika, usia, dan jenis kelamin.

Hipertensi seringkali terjadi tanpa gejala, sehingga penderita tidak merasa sakit. Sekitar 90% penderita hipertensi tidak diketahui penyebabnya, disebut sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer. Sekitar 5-10% penderita hipertensi berhubungan dengan penyakit ginjal, 1-2% berhubungan dengan kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB) dan pada umumnya akibat gaya hidup yang tidak sehat : seperti diet yang tidak sehat (kurang buah dan sayuran, tinggi lemak jenuh, tinggi kolesterol, tinggi garam dan gula), kurang aktivitas fisik/olah raga, kegemukan (obesitas), alkohol, stress dan merokok.

Tanda-tanda awal gejala hipertensi yaitu sakit kepala, jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung dapat berdarah/mimisan, telinga berdenging, dunia terasa berputar/sempoyongan. Untuk menegakkan diagnosis hipertensi tekanan darah diukur minimal 2x selang 2 menit dan pemeriksaan darah kontra lateral. Tekanan darah tinggi ditegakkan bila tekanan darah ≥140/90 mmHg. Bila tekanan darah <160/100 mmHg perlu dilakukan pengukuran tekanan darah minimal dua kali dengan jarak 1 minggu.

Hipertensi dapat dikontrol dan dicegah sehingga tidak menimbulkan sesuatu hal yang fatal. Jika ada kesadaran dan mau mengontrol kondisi, resiko terjadinya hipertensi dapat berkurang 50 persen. Hipertensi dapat dicegah melalui beberapa hal, yaitu : melakukan pola hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang kaya akan serat (sayur dan buah), membatasi konsumsi garam (per hari maksimal 1 sendok teh), garam mengandung natrium dan sodium. Garam dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk mengatur kandungan air dalam tubuh. Jika berlebihan, garam dapat menyebabkan hipertensi hingga stroke. Contoh makanan yang mengandung garam yaitu dalam 1 sendok makan kecap terdapat ¼ sendok teh garam dan dalam 1 bungkus mie instan mengandung sekitar ¾ sendok teh garam. Selain itu juga cara pencegahan yang lainnya yaitu dengan tidak mengkonsumsi alkohol dan makanan yang berlemak tinggi, mengurangi berat badan, istirahat yang cukup, olahraga yang teratur, mengendalikan stress, tidak merokok, dan lakukan pengecekan tekanan darah secara rutin.                                                                                                                                                       
Oleh : Niswatun Nafi’ah, SKM
Penyuluh Kesehatan Masyarakat Ahli Muda Puskesmas Tajurhalang

Sabtu, 26 Mei 2018

Lansia Sejahtera, Masyarakat Bahagia


Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) diperingati setiap tanggal 29 Mei. Kementerian Kesehatan RI dalam HLUN tahun 2018 mengangkat tema Lansia Sejahtera, Masyarakat Bahagia; dengan sub tema bidang kesehatan: Lansia Sehat Mandiri diwujudkan dari Keluarga Sehat. Melalui tema ini diharapkan bangkit kembali pesan-pesan kesehatan bahwa sehat itu dimulai dari keluarga, sehat harus dijaga dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, serta setiap keluarga berpartisipasi aktif dalam jaminan kesehatan nasional. Sehingga nantinya, akan terbangun keluarga yang sadar akan kesehatan dan terwujud Lansia yang sehat, mandiri dan produktif.

Sesuai dengan sub tema HLUN 2018 bidang kesehatan yakni ''Lansia Sehat Mandiri Diwujudkan dari Keluarga Sehat'', menandakan bahwa keluarga merupakan unsur penting bagi bangsa dan negara. Generasi yang berkualitas untuk meraih bonus demografi pada tahun 2010-2035 tidak mungkin terwujud, jika : saat janin di dalam kandungan asupan gizi ibu rendah, ketika
balita asupan gizi balita tidak seimbang, selama usia sekolah mengalami kesulitan dalam belajar dan berprestasi, pada usia produktif kesulitan mendapatkan karir yang optimal karena kualitas hidup rendah dan terkena penyakit tidak menular akibat gaya hidup tidak sehat, dan ketika memasuki usia tua (lansia) menderita penyakit degeneratif.

Berdasarkan hasil Susenas tahun 2016, jumlah lansia di Indonesia mencapai 22,4 juta jiwa atau 8,69% dari jumlah penduduk. Sementara menurut proyeksi BPS tahun 2015, pada tahun 2018 jumlah Lansia diperkirakan mencapai 9,3% atau 24,7 juta jiwa. Dengan jumlah Lansia yang semakin besar, menjadi tantangan bagi kita semua agar dapat mempersiapkan Lansia yang sehat dan mandiri sehingga nantinya tidak menjadi beban bagi
keluarga, masyarakat maupun negara, dan justru menjadi asset sumber daya manusia yang potensial.

Saat ini, Indonesia menghadapi masalah kesehatan triple burden, yaitu masih tingginya penyakit infeksi, meningkatnya penyakit
-penyakit tidak menular dan muncul kembali penyakit-penyakit yang seharusnya sudah teratasi. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, penyakit terbanyak pada kelompok lansia adalah hipertensi (57,6%), selebihnya adalah arthritis, stroke dan beberapa penyakit lain.

Penanganan kasus penyakit pada lansia tidak mudah karena penyakit pada lansia umumnya merupakan penyakit degeneratif, kronis, dan multidiagnosis karena pada lansia terjadi penurunan fungsi organ tubuh. Penanganan penyakit pada kelompok lansia membutuhkan waktu dan biaya tinggi, yang akan menjadi beban bagi keluarga, masyarakat dan pemerintah termasuk bagi Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan Lansia harus lebih mengutamakan promotif dan preventif dengan dukungan pelayanan kuratif dan rehabilitatif yang berkualitas di fasilitas-fasilitas kesehatan.

Peringatan HLUN ke-23 ini merupakan momen
tum yang tepat untuk lebih menguatkan komitmen, meningkatkan semangat petugas kesehatan untuk lebih memberi makna pada masyarakat akan pentingnya kesehatan. Oleh karenanya, sejalan dengan sub tema HLUN bidang kesehatan tahun 2018, Menkes meminta perhatian beberapa hal: (1) Pembangunan kesehatan merupakan salah satu unsur penopang peningkatan Indeks Pembangunan Manusia, untuk itu orientasi pembangunan kesehatan harus lebih didorong pada aspek-aspek promotif dan preventif tanpa melupakan aspek kuratif rehabilitatif; (2) Pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) harus dimulai dari keluarga. Untuk mewujudkan Lansia sehat dan mandiri dapat dicapai melalui keluarga yang sehat; (3) Diperlukan kerjasama baik lintas program maupun lintas sektor, akademisi, kepala daerah, pelaku usaha, organisasi masyarakat, dalam membangun pemahaman publik akan pentingnya hidup sehat, serta menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat, dan (4) Kita perlu lebih menggiatkan dalam penyiapan lintas generasi sesuai dengan tugas masing-masing sehingga terwujud lansia sehat dan mandiri melalui keluarga sehat.

Oleh : Niswatun Nafi’ah, SKM
Penyuluh Kesehatan Masyarakat Ahli Muda Puskesmas Tajurhalang

Pembinaan Pos UKK Jolie Jaya Snack Desa Tonjong

Pos UKK (Upaya Kesehatan Kerja) merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat di sektor pekerja informal pada upaya promotif dan preve...