Sabtu, 28 April 2018

Bebas Kecacingan, Kenapa Tidak?


Kecacingan adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing parasit, khususnya ditularkan oleh cacing yang hidup di tanah. Kecacingan merupakan salah satu masalah kesehatan yang seringkali diabaikan sehingga penanganannya terlambat. Diperkirakan sekitar 2 milyar penduduk di dunia mengalami kecacingan, 60-80% di antaranya menyerang anak usia sekolah. Kecacingan jika tidak ditangani dapat mempengaruhi kecerdasan anak.

Jenis cacing yang menjadi penyebab kecacingan yaitu antara lain cacing tambang (1,2 milyar penduduk), cacing gelang (800 juta penduduk), dan cacing cambuk (600 juta penduduk). Siklus Hidup Cacing dapat digambarkan sebagai berikut : telur cacing keluar dari perut manusia bersama feses/kotoran manusia, bila mencemari tanah dan sumber air maka setiap tetes air akan tercemar telur cacing, jika air tersebut dipakai menyirami tanaman/aspal jalan, telur itu akan naik ke darat dan menempel di butiran debu, telurnya sangat tahan banting, telur cacing tidak pecah meski dilindas ban mobil, atau sepeda motor, sambil menumpang debu telur cacing mencemari tumbuhan, makanan dan tempat yang sering dipegang tangan manusia , masuk ke tubuh telur menjadi larva dan menembus dinding usus, serta dalam darah, larva cacing menuju liver, jantung, paru-paru, dan kembali ke usus.

Seseorang yang menderita kecacingan akan mengalami beberapa gejala. Gejala-gejala yang muncul akibat kecacingan yaitu : gatal-gatal terutama di sekitar anus, nyeri di perut, kurang nafsu makan, anemia/kurang darah, batuk tidak sembuh-sembuh, penyumbatan saluran cerna, mudah mengantuk, berat badan rendah, perut buncit, dan lemah lesu karena kurang darah.

Penularan kecacingan biasanya terjadi karena termakan makanan atau minuman yang tercemar oleh telur cacing. Bayi dapat terinfeksi cacing melalui jari ibunya yang mengandung telur cacing. Sehingga pendapat yang beranggapan cacingan selalu berhubungan dengan higiene sanitasi sangatlah benar.  Cacing tambang dapat masuk melalui larva yang tertelan atau larva yang menembus kulit. Cacing kremi betina mengeluarkan telurnya di sekitar dubur terutama pada malam hari, penularan dapat terjadi dengan tertular telur yang jatuh di alas tempat tidur ataupun benda lain yang terkontaminasi. Cacing pita dapat masuk dalam tubuh manusia, dengan cara makan daging sapi/babi mentah atau tidak di masak dengan baik.

Selain hal-hal di atas, kecacingan menimbulkan beberapa kerugian. Kerugian yang timbul akibat kecacingan diantaranya : jumlah karbohidrat, protein, dan darah dalam tubuh berkurang, menghambat perkembangan fisik, menurunkan fungsi kecerdasan pada anak-anak, menurunkan produktivitas kerja. Akibat jangka panjang dari kecacingan adalah stunting. 30 persen masalah stunting itu adalah karena kecacingan, dan kasus stunting itu sudah sejak bayi dalam kandungan. Seorang anak dikatakan stunting jika dibandingkan dengan anak seusianya, tinggi badan anak tersebut jauh lebih pendek. Menurut WHO tercatat 7,8 juta dari 23 juta balita di dunia mengalami stunting. Dari 35,6 persen stunting di Indonesia tersebut, sebanyak 18,5 persen balita masuk dalam kategori sangat pendek dan 17,1 persen masuk ke kategori pendek. Menindaklanjuti fakta tersebut pemerintah menargetkan penurunan dari prevalensi stunting dari status awal 32,9 persen, turun menjadi 28 persen pada 2019 mendatang. Salah satu hal yang dilakukan adalah dengan pemberian obat cacing secara masal. Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor menetapkan Bulan April ini ada pemberian obat kecacingan untuk sasaran umur 2-12 tahun dan di bulan Oktober untuk semua umur yang terintegrasi dengan program pencegahan penyakit Filariasis.

Mengingat betapa ruginya anak-anak kita jika terkena kecacingan, alangkah baiknya kita melakukan pencegahan agar tidak terjadi kecacingan. Hal yang terpenting dalam menekan prevalensi penyakit cacingan tidak bisa hanya dengan pemberian obat cacing saja. Perlu kesadaran masyarakat untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) baik di rumah maupun di lingkungannya masing-masing. Pencegahan penyakit kecacingan dapat dilakukan dengan memutuskan rantai daur hidup cacing, dengan cara : BAB di jamban, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, mandi teratur minimal 2 kali sehari, membiasakan diri untuk cuci tangan pakai sabun di beberapa titik kritis antara lain setelah BAB, sebelum makan, setelah memegang sesuatu, serta memotong kuku secara teratur agar tidak ada telur cacing yang bersarang dan membiasakan diri memakai alas kaki ketika keluar rumah.

Semoga dengan selalu mempraktekkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) tersebut, kita dan anak-anak kita terhindar dari kecacingan dan berbagai macam penyakit lainnya. Jika perlu periksakan secara teratur anak-anak setiap 6 bulan sekali. Bebas kecacingan, kenapa tidak?


Oleh : Niswatun Nafi’ah, SKM
Penyuluh Kesehatan Masyarakat Ahli Muda Puskesmas Tajurhalang

Jumat, 23 Maret 2018

Pentingnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Sekolah


UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) adalah usaha untuk membina dan mengembangkan kebiasaan serta perilaku hidup sehat pada peserta didik usia sekolah yang dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Dalam Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 pasal 79 tentang kesehatan, ditegaskan bahwa “Kesehatan Sekolah” diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan setinggi-tingginya sehingga diharapkan dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.

Titik penting pada pengembangan kesehatan, oleh Badan Kesehatan Dunia WHO disebut Health Promoting Schools atau Promosi Kesehatan Sekolah sehingga peserta didik mampu memiliki kesehatan untuk hidup, belajar, dan bekerja. Promosi Kesehatan Sekolah dilakukan melalui UKS. Sedangkan UKS sendiri mempunyai tujuan mengarah pada praktik perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di sekolah. PHBS terdiri dari sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah dasar atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran. Sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat.

Munculnya berbagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah (6-10 tahun), ternyata umumnya berkaitan dengan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat). Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai PHBS di sekolah merupakan kebutuhan mutlak dan dapat dilakukan melalui pendekatan UKS.

Sasaran pembinaan PHBS di Sekolah yaitu siswa, warga sekolah yakni Kepala sekolah, guru, karyawan sekolah, komite sekolah dan orang tua siswa serta masyarakat lingkungan sekolah, seperti penjaga kantin, satpam dan lain-lain.

Manfaat pembinaan PHBS di sekolah antara lain : terciptanya sekolah yang bersih dan sehat, sehingga siswa, guru dan masyarakat lingkungan sekolah terlindungi  dari  berbagai gangguan dan ancaman penyakit, meningkatnya semangat proses belajar mengajar yang berdampak pada prestasi belajar siswa, citra sekolah sebagai institusi pendidikan semakin meningkat sehingga mampu menarik minat orang tua, meningkatnya citra pemerintah daerah di bidang pendidikan, menjadi percontohan sekolah sehat bagi daerah lain.

Sosialisasi Penerapan PHBS di Sekolah meliputi : 1) sosialisasi penerapan PHBS di sekolah di lingkungan internal antara lain : penggunaan jamban sehat dan air bersih, pemberantasan sarang nyamuk (PSN), larangan merokok di sekolah dan Kawasan Tanpa Rokok di sekolah, dan membuang sampah di tempatnya, 2) sosialisasi tugas dan penanggungjawab PHBS di sekolah.

Penerapan PHBS di sekolah meliputi : menanamkan nilai-nilai untuk ber-PHBS kepada siswa sesuai kurikulum yang berlaku, menanamkan nilai-nilai untuk ber-PHBS kepada siswa yang dilakukan di luar jam pelajaran biasa, seperti:  kerja bakti dan lomba kebersihan kelas, aktivitas kader kesehatan sekolah/dokter kecil, pemeliharaan jamban sekolah, pemeriksaan jentik nyamuk di sekolah, demo/gerakan cuci tangan dan gosok gigi yang baik dan benar, pembudayaan olah raga yang teratur dan terukur, pemeriksaan rutin kebersihan kuku-rambut-telinga-gigi dan sebagainya, bimbingan hidup bersih dan sehat melalui konseling, kegiatan penyuluhan dan latihan ketrampilan dengan melibatkan peran aktif siswa, guru dan orang tua antara lain melalui penyuluhan kelompok, pemutaran kaset radio/film, penempatan, dan media poster, penyebaran leaflet dan membuat majalah dinding.

Kegiatan PHBS di sekolah meliputi : menggunakan air bersih, menggunakan jamban yang bersih dan sehat, membuang sampah pada tempatnya, cuci tangan dengan air mengalir dan memakai sabun, mengkonsumsi jajanan sehat, melakukan olahraga secara teratur, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di sekolah, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan minimal 6 bulan sekali, kebiasaan memotong dan membersihkan kuku, menggosok gigi minimal 2 kali sehari, memakai sepatu, pemanfaatan ruang UKS di sekolah, terdapat dokter kecil/kader kesehatan remaja, serta adanya Dana sehat untuk kegiatan UKS di  sekolah.

Peserta didik tidak hanya berorientasi pada head (pengetahuan), heart (sikap/nilai) dan hand (ketrampilan). Namun masih diperlukan faktor kesehatan (health). Dalam hal ini sekolah memiliki peran yang penting untuk menciptakan dan meningkatkan kesehatan peserta didik.

Oleh : Niswatun Nafi’ah, SKM
Penyuluh Kesehatan Masyarakat Muda Puskesmas Tajurhalang


Selasa, 27 Februari 2018

Pentingnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah



Amanat UU Kesehatan No. 23/1992 pasal 3 bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan kemauan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Sesuai dengan amanat undang-undang tersebut diharapkan sektor kesehatan mengalami pergeseran paradigma. Perubahan paradigma itu yaitu mengajak dan memotivasi masyarakat untuk mengubah pola pikir dan sudut pandang sakit menjadi sudut pandang sehat. Hal ini dikenal dengan istilah ”Paradigma Sehat”.

Dalam paradigma sehat, sektor kesehatan harus mau merubah pandangan dari yang tadinya kuratif rehabilitatif menjadi preventif dan promotif. Paradigma sehat mengajak masyarakat untuk mengedepankan preventif promotif dengan melakukan PHBS. PHBS adalah sekumpulan perilaku kesehatan yang dilakukan atas dasar kesadaran dari hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan mampu berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.

PHBS mempuyai beberapa tujuan yang dibedakan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum PHBS yaitu meningkatnya rumah tangga sehat di Kabupaten/Kota. Sedangkan tujuan khususnya yaitu antara lain meningkatnya pengetahuan, kemauan & kemampuan anggota rumah tangga untuk melakukan PHBS, serta anggota rumah tangga berperan  aktif dalam gerakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di masyarakat.

Indikator-indikator kegiatan PHBS terbagi dalam beberapa kategori, antara lain indikator KIA dan gizi, indikator kesehatan lingkungan, indikator gaya hidup, dan indikator upaya kesehatan masyarakat. Indikator KIA dan Gizi meliputi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (bidan atau dokter), memeriksakan kehamilan minimal 4 kali selama masa kehamilan, memberikan ASI Eksklusif, menimbang balita, dan mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang. Indikator kesehatan lingkungan meliputi menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, membuang sampah pada tempatnya, dan menggunakan lantai rumah kedap air. Indikator gaya hidup meliputi melakukan aktivitas fisik/berolahraga, tidak merokok, cuci tangan pakai sabun, menggosok gigi, dan tidak menyalahgunakan miras / narkoba. Indikator upaya kesehatan masyarakat meliputi kepesertaan dalam JPK (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan), melakukan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk).

Selain itu PBHS jika dilakukan secara rutin akan mendatangkan beberapa manfaat. Manfaat PHBS yaitu setiap anggota rumah tangga meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit, rumah tangga sehat dapat meningkatkan produktivitas kerja anggota rumah tangga, dengan meningkatnya kesehatan anggota rumah tangga maka biaya kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi lain seperti pendidikan dan usaha lain guna meningkatkan kesejahteraan anggota rumah tangga, sebagai salah satu indikator keberhasilan pemerintah Kabupaten/Kota dalam pembangunan bidang kesehatan, meningkatkan citra pemerintah Kabupaten/Kota dalam bidang kesehatan, serta dapat menjadi percontohan rumah tangga sehat bagi daerah lain.  Oleh karena pentingnyaPHBS dalam kehidupan sehari-hari, mari kita budayakan hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh : Niswatun Nafi’ah, SKM

Penyuluh Kesehatan Masyarakat Muda Puskesmas Tajurhalang

Senin, 29 Januari 2018

Hilangkan Stigma! Kusta Bisa Disembuhkan

Salah satu penyakit menular yang masih menjadi momok di masyarakat adalah penyakit kusta. Selain itu, Kusta merupakan penyakit menular yang menjadi masalah nasional kesehatan masyarakat, dimana beberapa daerah di Indonesia prevalens rate masih tinggi dan permasalahan yang ditimbulkan sangat kompleks. Meskipun tergolong ke dalam penyakit menular, kusta merupakan penyakit yang tidak dengan mudah menular begitu saja, karena diperlukan kontak erat secara terus menerus dan dalam waktu yang lama dengan penderita. Penyakit kusta sebenarnya dapat disembuhkan tanpa cacat bila penderita ditemukan dan diobati secara dini.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban penyakit kusta yang tinggi. Pada tahun 2013, Indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah India dan Brazil. Tahun 2013, Indonesia memiliki jumlah kasus kusta baru sebanyak 16.856 kasus dan jumlah kecacatan tingkat 2 di antara penderita baru sebanyak 9,86% (WHO, 2013).

Penyakit kusta bukan penyakit keturunan atau kutukan Tuhan. Penyakit Kusta adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang menyerang kulit, saraf tepi, jaringan dan organ tubuh lain (kecuali otak) dan menimbulkan kecacatan. Lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem imun.

Kenyataannya, penyakit kusta seringkali ditemukan terlambat dan sudah dalam keadaan cacat yang terlihat. Pada dasarnya, terdapat 2 tingkatan kecacatan penyakit kusta saat ditemukan, yaitu tingkat I dan II. Kecacatan tingkat I adalah cacat yang belum terlihat atau belum ada perubahan pada anatominya. Sementara kecacatan tingkat II adalah sudah terjadi perubahan yang nampak pada anatomi penderita kusta.

Kecacatan yang
terlihat pada tubuh penderita kusta seringkali tampak menyeramkan bagi sebagian besar masyarakat sehingga menyebabkan perasaan jijik, bahkan ada yang ketakutan secara berlebihan terhadap kusta atau dinamakan leprophobia. Meskipun penderita kusta telah menyelesaikan rangkaian pengobatannya, dinyatakan sembuh dan tidak menular, status predikat penyandang kusta tetap dilekatkan pada dirinya seumur hidup. Inilah yang seringkali menjadi dasar permasalahan psikologis para penyandang kusta. Rasa kecewa, takut, malu, tidak percaya diri, merasa tidak berguna, hingga kekhawatiran akan dikucilkan (self stigma). Hal ini diperkuat dengan opini masyarakat (stigma) yang menyebabkan penderita kusta dan keluarganya dijauhi bahkan dikucilkan oleh masyarakat.

Stigma dan diskriminasi kepada penderita Kusta seperti dipisahkan dari pasangan (diceraikan), dikeluarkan atau tidak diterima di pekerjaan, ditolak di sekolah, restoran, tempat ibadah, pelayanan kesehatan dan fasilitas umum lainnya kusta secara dini, pengobatan pada penderita, serta penanganan permasalahan medis yang dialami oleh penderita maupun orang yang pernah mengalami kusta. Stigma ini seringkali menghambat penemuan kasus kusta. Karena itu, dalam upaya menghilangkan stigma dan diskriminasi, dibutuhkan motivasi dan komitmen yang kuat baik dari penderita maupun masyarakat. Penderita diharapkan dapat mengubah pola pikirnya, sehingga dapat berdaya untuk menolong diri mereka sendiri. Selain itu, masyarakat juga diharapkan dapat mengubah pandangannya dan tidak mengucilkan penderita Kusta serta dapat membantu penderita maupun orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) agar tetap sehat dan mampu menjaga kesehatan secara mandiri.

Untuk menggugah kesadaran masyarakat untuk meningkatkan motivasi, mengubah pandangan dan menghilangkan stigma bagi penderita kusta dan OYPMK, maka setiap hari Minggu pada pekan terakhir di bulan Januari diperingati sebagai hari kusta sedunia atau world leprosy day. Untuk mengeliminasi penyakit kusta diperlukan sosialisasi terus menerus dan berkelanjutan agar masyarakat sadar kusta dengan memahami deteksi dini kusta dan berpartisipasi sebagai agen penanggulangan kusta di masyarakat. Tahun 2018, Kementerian Kesehatan mengangkat tema ”Perkuat Komitmen Politik dalam Penanggulangan Kusta dan Penghapusan Stigma', Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia memiliki tekad untuk mengeliminasi penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae ini pada tahun 2019 di seluruh provinsi Indonesia.

Oleh : Niswatun Nafi’ah, SKM
Penyuluh Kesehatan Masyarakat Ahli Pertama UPT Puskesmas Tajurhalang

Senin, 04 Desember 2017

Aku Bangga Aku Tahu



Berdasarkan informasi dari Komisi Penanggulangan AIDS dan data resmi dari Kementerian Kesehatan RI, pada triwulan kedua tahun 2011 di Indonesia terlaporkan sebanyak 6.087 kasus baru HIV. Sampai akhir Juni 2011 secara kumulatif jumlah kasus AIDS tercatat sebanyak 26.483 kasus.
Dilihat dari kelompok umur, pengidap HIV terbesar pada kelompok umur 20-29 tahun, yaitu sebanyak 36,4%, disusul dengan kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 34,5%. Sedangkan faktor penyebabnya telah bergeser dimana transmisi HIV secara heteroseksual menjadi penyebab utama 76,3 persen, disusul oleh transmisi HIV melalui penggunaan NAPZA suntik tidak aman 16,3 persen dan kemudian oleh transmisi HIV secara homoseksual 2,2 persen.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan dalam 5 tahun terakhir, penyebab penularan HIV tertinggi disumbangkan dari transmisi seks sebesar 76,3 persen, diikuti melalui alat suntik 16,3 persen.  Data yang telah dipaparkan di atas menunjukkan bahwa HIV/AIDS telah menjadi momok bagi bangsa. Masyarakat harus tahu dan harus mencegah terjadinya penularan penyakit HIV/AIDS. Bagaimana mau mencegah, kalau tidak tahu? Di sini akan dikupas tuntas tentang HIV/AIDS.

Pengetahuan tentang AIDS adalah langkah pertama untuk pencegahan penyebaran AIDS lebih meluas. Hal ini karena sampai sekarang belum ditemukan obat yang dapat melawan HIV/AIDS, obat-obat yang ada hanya menolong penderita AIDS mengurangi kesakitannya tetapi tidak dapat menyembuhkan, semua orang bisa terkena AIDS, belum ada vaksin pencegahannya, belum ada obatnya, penyebarannya sangat cepat. Oleh karena itu digalakkan program sosialisasi tentang HIV AIDS dengan nama ABAT (Aku Bangga Aku Tahu) kepada siswa-siswa SMP/SMA yang memasuki masa remaja.

AIDS singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. Acquired dalam bahasa Inggris berarti ‘diperoleh’. AIDS bukanlah penyakit yang diwariskan, tetapi diperoleh karena tertular/terinfeksi. Immuno  berarti sistem kekebalan tubuh manusia, termasuk semua organ dan sel yang bekerja melawan infeksi dan penyakit. Deficiency berarti kurang, seorang pengidap HIV/AIDS sistem kekebalan tubuhnya berkurang. Syndrome adalah kumpulan gejala dari sebuah penyakit. Sehingga dapat disimpulkan AIDS yaitu Kumpulan gejala yang disebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh.

Sedangkan HIV singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Human berarti manusia, virus ini hanya menyebar dan bekerja pada tubuh manusia. Immunodeficiency berarti immune, sistem kekebalan tubuh manusia, deficiency = kekurangan/penurunan. Virus diartikan bereproduksi dengan cara mengambil alih sel tubuh yang telah diinfeksi. Sehingga dapat disimpulkan HIV adalah virus yang masuk ke dalam tubuh dan melemahkan sistem kekebalan tubuh yang jika terus memburuk akan membawa pengidap HIV pada kondisi AIDS yakni kondisi hilangnya sistem pertahanan tubuh sehingga semua jenis infeksi dapat masuk dan akhirnya mengakibatkan kematian.

Pada pengidap HIV/AIDS sering ditemukan infeksi. Infeksi yang sering ditemukan yaitu : Tuberculosis (TB), Salmonellosis (penyebab diare yg parah, rasa sakit yang sangat di bagian perut, sering muntah-muntah), Cypto megallovirus (CMV), sejenis virus herpes yg merusak mata, saluran pencernaan, paru-paru dan organ lain, Candidiasis (mengakibatkan bercak pd kulit), Crytococcal meningitis (rasa terbakar pd selaput dan cairan di sekelilig otak), Toxoplasmosis (parasit yg mematikan, ditularkan melalui kotoran kucing), Cryptosporidiosis (tumbuh pd usus penderita AIDS mengakibatkan diare parah dan kronis), Lymphomas (kanker sel darah putih).

HIV dapat menular melalui darah dan cairan kelamin. Sedangkan kegiatan yang dapat menularkan HIV dari penderita ke orang sehat yaitu melalui hubungan seksual, transfusi darah, mengunakan jarum suntik, tindik, tatto bersama-sama, dan dari Ibu hamil kepada anak yang di kandungnya.

HIV/AIDS tidak menular lewat bersentuhan, senggolan, salaman, berpelukan, berciuman dengan penderita AIDS, mengunakan peralatan makan bersama-sama dengan penderita AIDS, gigitan nyamuk, terkena keringat, air mata, ludah penderita AIDS dan berenang bersama-sama dengan penderita AIDS.

Di seluruh dunia termasuk Indonesia, cairan kelamin adalah media penyebab penyebaran HIV terbesar akibat perilaku seks bebas, dan darah merupakan media kedua terbesar penyebaran HIV di antara pengguna narkoba. Untuk mengurangi risiko penularan, disarankan bagi yang belum aktif melakukan kegiatan seksual supaya tidak melakukan hubungan seks sama sekali, bagi yang sudah aktif melakukan kegiatan seksual supaya melakukan seks mitra tunggal, mengurangi mitra seks, segera mengobati IMS kalau ada, hanya melakukan transfusi darah yang bebas HIV, mensterilkan alat-alat yang dapat menularkan: jarum suntik, tindik, tatto dll, ibu yang terinfeksi HIV perlu mempertimbangkan lagi untuk hamil.

Demikianlah ulasan mengenai HIV/AIDS semoga kita terhindar dari penyakit ini. Aku Bangga Aku Tahu!


Oleh : Niswatun Nafi’ah, SKM
Penyuluh Kesehatan Masyarakat UPT Puskesmas Tajurhalang


Kamis, 30 November 2017

Diabetes dan Pencegahannya


Setiap tanggal 14 November diperingati sebagai hari Diabetes sedunia. Hal ini menjadi momentum untuk menerapkan gaya hidup sehat agar dapat terhindar dari Penyakit Diabetes. Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah penyakit menahun yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.

Seseorang yang menderita Diabetes Mellitus mempunyai beberapa gejala, antara lain : jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria), sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia), lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia), frekuensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria), kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya , kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki, cepat lelah dan lemah setiap waktu, mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba, apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya, mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

Penyakit DM mempunyai beberapa tipe, yaitu DM tergantung insulin (DM tipe-1) dan DM tidak tergantung insulin (DM tipe-2). DM tipe-1 banyak dipengaruhi faktor keturunan, meskipun kontribusi faktor keturunan terhadap risiko diabetes hanya sebesar 5%. DM tidak tergantung insulin (DM tipe-2). Sebagian besar kasus adalah DM tipe-2 yang banyak ditemukan pada orang yang mengalami obesitas/ kegemukan.

Penyakit Diabetes Mellitus tidak bisa disembuhkan tetapi bisa dikendalikan asalkan dikelola dengan tepat. Cara mengendalikan Diabetes Mellitus yaitu dengan pencegahan dan pengobatan. Pencegahan Diabetes Mellitus dapat melalui beberapa cara, yaitu : makan makanan seimbang dan disesuaikan dengan umur (diet), olah raga secara rutin, minimal 30 menit dalam 3-5 kali seminggu, tidak merokok, serta tidak minum minuman beralkohol. Diet penderita Diabetes Mellitus dapat melalui 3 J (Jadwal, Jenis dan Jumlah makanan). Makan 3 kali sehari, terdiri dari: 1piring nasi/penggantinya, 1potong lauk nabati/penggantinya, 1 potong lauk hewani/penggantinya, 1 mangkuk sayuran/penggantinya ditambah buah-buahan, makanan selingan. Selain itu penderita Diabetes Mellitus harus mengurangi makanan berlemak, menghindari makanan bergula serta berolahraga secara teratur. Sedangkan untuk pengobatan Diabetes Mellitus dapat dikonsultasikan kepada Dokter Spesialis Penyakit Dalam untuk diberikan obat yang tepat.

Bahan makanan yang dianjurkan bagi penderita Diabetes Mellitus yaitu : sumber protein Hewani: daging kurus, ayam tanpa kulit, ikan dan putih telur, sumber protein nabati: tempe, tahu, kacang-kacangan (kacang ijo, kacang merah, kacang kedele), sayuran: kangkung, daun kacang, oyong, ketimun, tomat, labu air, kol, kembang kol, sawi, lobak, seledri, selada, terongan, buah-buahan atau sari buah: jeruk siam, apel, pepaya, melon, jambu air, salak, semangka, belimbing.

Bahan makanan yang harus dibatasi bagi penderita Diabetes Mellitus yaitu sumber protein hewani yang tinggi lemak jenuhnya: cornet, sosis, sarden, jeroan, otak, semua sumber hidrat arang: nasi, nasi tim, bubur, roti, jagung, talas, ubi, kentang, sereal, mie, ketan, makaroni , sayuran: bayam, buncis, labu siam, daun singkong, daun ketela, jagung muda, kapri, kacang panjang, pare, buah-buahan: nanas, anggur, mangga, sirsak, pisang, alpukat, susu penuh (fullcream), keju, mayonnaise, makanan yang digoreng dan menggunakan santal kental, minuman yang menggunakan alkohol, kopi, teh kental dan soft drink.

Bahan makanan yang harus dihindari antara lain gula pasir, gula merah, gula batu, madu, makanan dan minuman yang manis: abon, dendeng, cake, kue-kue manis, dodol, sirup, selai manis, coklat, permen, susu kental manis, soft drink, es krim, bumbu-bumbu yang manis: kecap, saus tiram, buah-buahan yang manis dan diawetkan: durian, nangka, alpukat, kurma, manisan buah, tape.

Penyakit DM, bisa menyebabkan komplikasi, jika tidak ditangani dengan tepat. Seperti; kebutaan, penyakit ginjal, syaraf, jantung, hipertensi, stroke, luka yang sulit sembuh/membusuk sehingga diamputasi, impotensi dan cacat. Cegah Diabetes Mellitus dengan gaya hidup sehat.

Oleh : Niswatun Nafi’ah, SKM
Penyuluh Kesehatan Masyarakat UPT Puskesmas Tajurhalang


Selasa, 31 Oktober 2017

Hidup Sehat Sejak Dini dengan CTPS


Tanggal 15 Oktober diperingati sebagai hari Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) sedunia. CTPS merupakan salah satu strategi nasional STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) disamping STOP BAB sembarangan, pengelolaan air minum rumah tangga (PAM RT), pengelolaan sampah rumah tangga, dan pengolahan limbah rumah tangga. Konsep umum tentang cuci tangan yang bersih masih pada seputaran mencuci tangan dengan menggunakan air saja tanpa perlu harus menggunakan sabun. Sementara itu kampanye promosi perilaku cuci tangan yang dilakukan beberapa tahun di Indonesia belum menghasilkan perilaku yang diharapkan.

Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah salah satu indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). CTPS secara ilmiah terbukti dapat mencegah penyebaran penyakit menular yang disebabkan oleh kuman, bakteri, dan parasit, seperti : Kecacingan, Diare, ISPA, Flu Burung, dan TBC. Angka kejadian Diare dan ISPA di wilayah Puskesmas Danasari masih tinggi, oleh karena itu penting untuk menyebarluaskan pesan CTPS untuk mencegah penyebaran kedua penyakit tersebut. Kajian oleh Curtis dan Cairncross (2003), CTPS setelah bersentuhan dengan tinja dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 42-47%.

Berkaitan dengan hal tersebut, komitmen Indonesia untuk mencapai MDG’s 4 adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi dan anak di bawah usia 5 tahun hingga 23 per 1000 kelahiran hidup di tahun 2015, salah satunya dengan momen internasional seperti HCTPS sebagai aksi advokasi kepada pemerintah daerah sekaligus upaya promotif terhadap perilaku CTPS agar menjadi budaya bangsa Indonesia, sehingga angka kematian dan penyebaran penyakit yang disebabkan oleh lingkungan dapat dikurangi.

Fokus penyampaian pesan CTPS adalah anak-anak usia sekolah dasar, kader-kader kesehatan, tenaga profesional kesehatan, dan ibu-ibu yang aktivitasnya banyak bersentuhan dengan pengelolaan makanan. Selain itu, pesan ini juga perlu disampaikan kepada masyarakat yang beraktivitas di sekitar pertanian dan peternakan. Hal ini disebabkan mereka merupakan kelompok risiko tinggi yang dapat menularkan berbagai virus, bakteri, dan telur cacing.

Tenaga profesional kesehatan juga penting untuk memperhatikan CTPS pada setiap melakukan aktivitas pelayanan kepada masyarakat, karena petugas kesehatan berisiko tinggi menjadi penyebab penularan kuman penyakit dari pasien ke pasien yang lain.

Waktu kritis CTPS adalah setelah Buang Air Besar (BAB), setelah buang air kecil (BAK), setelah menceboki anak/bayi, sebelum makan, sebelum menyentuh, menyiapkan, memasak, dan menyajikan makanan. Sehingga pada waktu tersebut diharapkan cuci tangan menggunakan sabun.

Membiasakan anak-anak dan anggota keluarga lainnya untuk cuci tangan pakai sabun sekaligus akan mengajarkan mereka untuk hidup sehat sejak dini. Dengan demikian pola hidup bersih dan sehat akan tertanam kuat dalam diri pribadi anak-anak dan anggota keluarga kita. Cuci tangan pakai sabun hanya membutuhkan waktu dua puluh detik dan tidak memerlukan biaya yang besar karena hanya membutuhkan sabun dan air mengalir. Mari bersama menyebarluaskan dan mempraktekan perilaku cuci tangan pakai sabun di kalangan masyarakat, agar hidup sehat dapat terwujud.

Oleh    : Niswatun Nafi’ah, SKM

Penyuluh Kesehatan Masyarakat UPT Puskesmas Tajurhalang

Pembinaan Pos UKK Jolie Jaya Snack Desa Tonjong

Pos UKK (Upaya Kesehatan Kerja) merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat di sektor pekerja informal pada upaya promotif dan preve...