Jumat, 31 Agustus 2018

Agustus, Bulan Penimbangan Balita

Upaya memantau kesehatan pada anak secara dini perlu dilakukan orang tua yang memiliki bayi dan balita. Pemantauan tersebut dapat dilakukan melalui pelayanan kesehatan yang tersedia di masyarakat seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang diselenggarakan oleh masyarakat desa dengan difasilitasi oleh tenaga kesehatan terlatih seperti bidan desa.  
  
Orang tua sebaiknya rutin mengajak balitanya untuk datang ke Posyandu, karena akan banyak manfaat yang dirasakan untuk mengetahui kesehatan anaknya. Manfaat yang didapat apabila rutin berkunjung ke Posyandu diantaranya balita akan mendapatkan kapsul vitamin A warna biru untuk usia 6 sampai 11 bulan dan kapsul warna merah untuk usia 12 sampai 59 bulan setiap bulan Februari dan Agustus. Rutin ke posyandu juga mempunyai manfaat lain, antara lain bayi/balita mendapatkan makanan tambahan bergizi usai melakukan penimbangan, balita akan mendapat imunisasi dasar dengan lengkap, dan ibu mendapatkan pengetahuan lebih tentang gizi dan kesehatan.

Salah satu kegiatan di posyandu adalah dengan melakukan penimbangan bayi dan balita. Penimbangan bayi/balita idealnya dilakukan Penimbangan bayi dan balita merupakan upaya masyarakat memantau pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balitanya. Partisipasi masyarakat dalam penimbangan tersebut digambarkan dalam perbandingan jumlah balita yang ditimbang (D) dengan jumlah balita seluruhnya yang ada di wilayah tersebut (S). Semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam penimbangan bayi dan balita, maka semakin banyak pula data yang dapat menggambarkan status gizi balita.

Tujuan penimbangan secara rutin setiap bulan di Posyandu atau sarana kesehatan lain adalah untuk mengetahui apakah bayi/balita tumbuh sehat, untuk mengetahui dan mencegah gangguan pertumbuhan balita, untuk mengetahui balita sakit, kelengkapan imunisasi dan untuk mendapat penyuluhan gizi. Ada 2 (dua) kategori hasil penimbangan yaitu sebagai berikut :
1.Balita Yang Naik Berat Badannya
Persentase balita yang naik timbangannya dibandingkan dengan jumlah balita yang ditimbang dapat menggambarkan keberhasilan dalam memberikan penyuluhan gizi kepada masyarakat di desanya, sehingga orang tua dapat memberikan makanan yang cukup gizi kepada anaknya.

Anak sehat bertambah umur akan bertambah berat badannya dan persentase balita yang naik timbangannya dapat menggambarkan tingkat kesehatan balita di wilayah kerja. Beberapa hal yang mungkin mempengaruhi tingkat pencapaian balita yang naik timbangannya antara lain pengetahuan keluarga tentang kebutuhan gizi balita, penyuluhan gizi masyarakat dan ketersediaan pangan di tingkat keluarga.

2. Balita Bawah Garis Merah (BGM)
BGM  adalah merupakan hasil penimbangan dimana berat badan balita berada di bawah garis merah pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Tidak semua BGM dapat menggambarkan gizi buruk pada balita, hal ini masih harus dilihat tinggi badannya, jika tinggi badan sesuai umur maka keadaan ini merupakan titik waspada bagi orang tua untuk tidak terlanjur menjadi lebih buruk lagi, namun jika balita ternyata pendek maka belum tentu anak tersebut berstatus gizi buruk.

Target yang harus dicapai secara nasional untuk BGM adalah 5% atau lebih rendah. Jika dilihat kaitan antara data partisipasi masyarakat dengan balita yang naik timbangannya,  maka dapat dilihat bahwa di kabupaten/kota dengan pencapaian partisipasi masyarakat yang tinggi diikuti dengan tingginya tingkat balita yang naik berat badannya.

Sumberdaya dan sarana pendukung BPB yang sudah disiapkan di wilayah adalah posyandu, kader kesehatan, tenaga kesehatan, timbangan dacin, timbangan bayi, timbangan injak, microtoa, panjang badan, iodina test dan spanduk sebagai pemberi informasi kepada masyarakat. Metode pengukuran penimbangan balita ada 3 (tiga) macam, yaitu :
1. Berat Badan menurut Umur (BB/U)
BB/U merupakan penilaian status gizi berdasarkan pengukuran BB dibandingkan umur, menggambarkan keadaan saat ini yang berhubungan dengan masa lalunya, dan bila ada balita dengan status ''gizi buruk'' ini kasus kronis.

2. Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
BB/TB merupakan penilaian status gizi berdasarkan pengukuran BB dibandingkan TB, status ini menggambarkan kondisi anak saat ini, dan bila ada balita dengan status ''sangat kurus'' maka ini akut harus segera diintervensi.

3.Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
TB/U merupakan status gizi berdasarkan pengukuran TB dibandingkan dengan umur, pada pengukuran ini kita akan mendapatkan status ''pendek/stunting'' yang merupakan kasus kronis. Namun bila balita kurang dari 2 tahun, hal ini masih dapat diperbaiki dengan intervensi yang baik.

Berkaitan dengan bulan penimbangan balita (BPB) yang rutin dilaksanakan setiap bulan Agustus merupakan kegiatan penimbangan untuk mendapatkan data gambaran status gizi balita 100% secara berkala (1 tahun sekali), dan penimbangan balita tersebut biasanya berbarengan dengan pemberian kapsul Vitamin A dan monitoring garam beryodium.

Banyak hal yang dapat mempengaruhi tingkat pencapaian partisipasi masyarakat dalam penimbangan, antara lain tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan gizi, faktor ekonomi dan sosial budaya serta sumber informasi.

Yuk...Kita timbang Balita ke Posyandu
agar balita tetap terpantau tumbuh kembangnya.

Oleh : Niswatun Nafi’ah, SKM
Penyuluh Kesehatan Masyarakat Ahli Muda Puskesmas Tajurhalang

Sabtu, 28 Juli 2018

Paguyuban Remaja Sebaya Sadar Sehat menuju Remaja Tajurhalang yang Sehat, Bugar dan Produktif


Remaja merupakan generasi penerus yang akan melanjutkan pembangunan bangsa di masa depan. Masa Remaja merupakan masa yang sangat berharga bila mereka berada dalam kondisi fisik dan psikis yang sehat, serta pendidikan yang baik. Oleh karena itu selain pendidikan, kesehatan remaja juga sangat penting untuk diperhatikan. Remaja yang sehat akan menciptakan keturunan yangs sehat di masa yang akan datang.

Remaja menurut UU Perlindungan Anak adalah seseorang yang berusia antara 10 sampai dengan18 tahun. Jumlah remaja di Indonesia cukup besar dengan jumlah 20% dari jumlah penduduk. Pada masa remaja ini terjadi growth spurt atau pertumbuhan cepat yang ditandai dengan pertumbuhan fisik yang cepat dan disertai perkembangan mental, kognitif, psikis. Remaja juga mengalami masa pubertas, yaitu proses tumbuh kembang reproduksi yang mengatur fungsi seksualitas. Dapat dikatakan bahwa masa remaja merupakan periode hidup yang paling sehat dalam siklus kehidupan manusia. Walaupun pertumbuhan fisik pada remaja tidak selalu disertai dengan kematangan kemampuan berpikir dan emosional.

Pada masa remaja juga terjadi proses pengenalan jati diri sehingga pada beberapa hal belum bisa menentukan sikap. Kegagalan dalam proses pengenalan diri ini bisa menimbulkan berbagai masalah yang rumit dan kompleks mulai dari masalah prestasi di sekolah, pergaulan, penampilan, menyukai lawan jenis dan lain sebagainya. Berbagai hal tersebut bisa membawa pengaruh terhadap perilaku dan status kesehatan remaja itu sendiri. Namun pada kenyataannya hanya sedikit remaja yang datang berobat ke fasilitas kesehatan dibandingkan kelompok usia lain (bayi, balita, atau lansia).

Penanganan masalah remaja membutuhkan keterlibatan multi disiplin ilmu, lintas program, lintas sektor dan masyarakat. Ada beberapa masalah kesehatan yang dialami dan mengancam masa depan remaja Indonesia pada saat ini. Empat masalah kesehatan yang paling sering dialami oleh remaja Indonesia antara lain kekurangan zat besi (anemia), kurang tinggi badan (stunting), kurang energi kronis (kurus), dan kegemukan (obesitas).

Di era media sosial seperti sekarang ini remaja rawan terpengaruh oleh perilaku yang tidak sehat, atau mendapatkan informasi kesehatan dan gizi yang tidak benar (hoax). Ditambah lagi akibat pergaulan dengan teman sebaya yang salah. Akibat informasi yang tidak tepat, remaja dapat mengikuti perilaku yang tidak sehat seperti mengikuti pola diet selebritis, mengonsumsi jajanan yang sedang hits namun tidak bergizi, atau kurang beraktifitas fisik (mager) karena terlalu sering bermain games atau memegang gadget.
Pola makan remaja yang tergambar dari data Global School Health Survey pada tahun 2015, antara lain: tidak selalu sarapan (65,2%), sebagian besar remaja kurang mengonsumsi serat sayur buah (93,6%), sering mengkonsumsi makanan berpenyedap (75,7%), dan kurang melakukan aktifitas fisik (42,5%). Apabila perilaku seperti ini berlangsung terus menerus dan menjadi kebiasaan pola makan tetap para remaja, maka dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit tidak menular baik pada saat remaja ataupun pada masa yang akan datang.

Untuk mencegah terjadinya penyakit tidak menular pada remaja, maka fasilitas pelayanan kesehatan menyediakan pelayanan kesehatan yang peduli dengan keberadaan remaja. Pelayanan kesehatan ini dimulai dengan dibentuknya Puskesmas Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) seperti yang dilaksanakan di Puskesmas Tajurhalang. Kegiatan ini diadakan di dalam gedung dan luar gedung puskesmas dengan melibatkan lintas program. Kegiatan di luar gedung dilakukan dengan membentuk posyandu remaja dan paguyuban remaja sebaya sadar sehat.

Dalam paguyuban remaja sebaya sadar sehat, remaja dididik dan dipahamkan bagaimana menjadi remaja yang sehat, bugar dan produktif. Selain itu mereka juga dapat sharing satu dengan yang lainnya mengenai diri dan kesehatannya. Remaja sebenarnya memiliki kemampuan untuk membuat pilihan, bagaimana pola makan dan berperilaku hidup yang sehat, serta bagaimana menjadi pribadi yang bermanfaat. Petugas kesehatan mempunyai peran untuk membimbing dan memantaunya. Dengan adanya paguyuban remaja sebaya sadar sehat diharapkan remaja dapat sehat, bugar dan produktif.                                                                                                                                          
Oleh : Niswatun Nafi’ah, SKM
Penyuluh Kesehatan Masyarakat Ahli Muda Puskesmas Tajurhalang

Sabtu, 30 Juni 2018

Hipertensi dan Pencegahannya


Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah secara kronis dan menetap, dengan tekanan darah > 140/90 mmHg. Hipertensi sering disebut sebagai sillent killer. Hipertensi adalah salah satu faktor risiko untuk terjadinya kematian dan beberapa penyakit seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung (jantung koroner), gagal ginjal, kebutaan, dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis. Selain faktor genetika, usia, dan jenis kelamin.

Hipertensi seringkali terjadi tanpa gejala, sehingga penderita tidak merasa sakit. Sekitar 90% penderita hipertensi tidak diketahui penyebabnya, disebut sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer. Sekitar 5-10% penderita hipertensi berhubungan dengan penyakit ginjal, 1-2% berhubungan dengan kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB) dan pada umumnya akibat gaya hidup yang tidak sehat : seperti diet yang tidak sehat (kurang buah dan sayuran, tinggi lemak jenuh, tinggi kolesterol, tinggi garam dan gula), kurang aktivitas fisik/olah raga, kegemukan (obesitas), alkohol, stress dan merokok.

Tanda-tanda awal gejala hipertensi yaitu sakit kepala, jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung dapat berdarah/mimisan, telinga berdenging, dunia terasa berputar/sempoyongan. Untuk menegakkan diagnosis hipertensi tekanan darah diukur minimal 2x selang 2 menit dan pemeriksaan darah kontra lateral. Tekanan darah tinggi ditegakkan bila tekanan darah ≥140/90 mmHg. Bila tekanan darah <160/100 mmHg perlu dilakukan pengukuran tekanan darah minimal dua kali dengan jarak 1 minggu.

Hipertensi dapat dikontrol dan dicegah sehingga tidak menimbulkan sesuatu hal yang fatal. Jika ada kesadaran dan mau mengontrol kondisi, resiko terjadinya hipertensi dapat berkurang 50 persen. Hipertensi dapat dicegah melalui beberapa hal, yaitu : melakukan pola hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang kaya akan serat (sayur dan buah), membatasi konsumsi garam (per hari maksimal 1 sendok teh), garam mengandung natrium dan sodium. Garam dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk mengatur kandungan air dalam tubuh. Jika berlebihan, garam dapat menyebabkan hipertensi hingga stroke. Contoh makanan yang mengandung garam yaitu dalam 1 sendok makan kecap terdapat ¼ sendok teh garam dan dalam 1 bungkus mie instan mengandung sekitar ¾ sendok teh garam. Selain itu juga cara pencegahan yang lainnya yaitu dengan tidak mengkonsumsi alkohol dan makanan yang berlemak tinggi, mengurangi berat badan, istirahat yang cukup, olahraga yang teratur, mengendalikan stress, tidak merokok, dan lakukan pengecekan tekanan darah secara rutin.                                                                                                                                                       
Oleh : Niswatun Nafi’ah, SKM
Penyuluh Kesehatan Masyarakat Ahli Muda Puskesmas Tajurhalang

Pembinaan Pos UKK Jolie Jaya Snack Desa Tonjong

Pos UKK (Upaya Kesehatan Kerja) merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat di sektor pekerja informal pada upaya promotif dan preve...